Kamis, 11 Oktober 2012

KONFLIK DAN STRESS KERJA


KONFLIK  DAN  STRESS  KERJA

A.  PENGERTIAN
Terdapat beberapa pengertian tentang stress yang dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang keilmuan.  Levi (1991)  mendefinisikan stress sebagai berikut:
    1. Dalam bahasa tekhnik.  Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian-bagian tubuh.
    2. Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh.
    3. Secara umum.  Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.

Secara lebih tegas Manuaba (1998) memberikan definisi sebagai berikut:  Stress
adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal daru luar maupun  dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit.  Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
            Selanjutnya Mendelson (1990) mendefinisikan stress akibat kerja secara lebih sederhana, dimana stress merupakan suatu ketidak nyamanan dalam kerja.  Sedangkan respon stress merupakan suatu total emosional individu dan atau merupakan respon fisiologis terhadap kejadian yang diterimanya.  Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat digaris bawahi bahwa stress muncul akibat adanya berbagai stressor yang diterima oleh tubuh, yang selanjutnya tubuh memberikan reaksi (strain) dalam beranekaragam tampilan.
            Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa stress secara umum merupakan tekanan psikologis yang dapat menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental (kejiwaan).  Dan secara konsep stress dapat didefinisikan menurut variabel kajian:
  1. Stress sebagai stimulus.  Stress sebagai variable bebas (independent variable) menitik beratkan pada lingkungan sekitarnya sebagai stressor.  Sebagai contoh:  petugas air traffics control  merasa lingkungan pekerjaannya penuh resiko tinggi, sehingga mereka sering mengalami stress akibat lingkungan pekerjaannya tersebut.
  2. Stress sebagai respon.  Stress sebagai variable tergantung (dependent variabel) memfokuskan pada reaksi tubuh terhadap stressor.  Sebagai contoh: seseorang mengalami stress apabila akan menjalani ujian berat.  Respon tubuh (strain) yang dialami dapat berupa respon psikologis (prilaku, pola pikir, emosi, dan perasaan stress itu sendiri) dan respon fisiologis (jantung berdebar, perut mulas-mulas, badan berkeringat dll)
  3. Stress sebagai interaksi antara individu dan lingkungannya.  Stress disini merupakan suatu proses penghubung antara stressor dan strain dengan reaksi stress yang berbeda pada stressor yang sama.

B.  FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA STRESS.
            Untuk dapat mengetahui secara pasti, faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya stress sangatlah sulit, oleh karena sangat tergantung dengan sifat dan kepribadian seseorang.  Suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress pada seseorang tetapi belum tentu akan menimbulkan hal yang sama terhadap orang lain.  Menurut Patton (1998) bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stressor bagi individu.  Faktor-faktor tersebut antara lain:
  1. Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan, kebudayaan dll.
  2. Ciri kepribadian seperti introvert atau ekstrover, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri dll.
  3. Sosial – kognitif seperti dukungan sosial, hubungan social dengan lingkungan sekitarnya
  4. Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul.

Kaitannya dengan tugas-tugas dan pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi penyebab stress kemungkinan besar lebih spesifik.  Clark (1995) dan Wantoro (1999) mengelompokkan penyebab stress (stressor) di tempat kerja menjadi tiga kategori yaitu stressor fisik, psikofisik dan psikologis.  Selanjutnya Cartwright et.  Al (1995) mencoba memilah-milah penyebab stress akibat kerja menjadi 6 kelompok yaitu:
  1. Faktor intrinsik pekerjaan, sangat potensial menjadi penyebab terjadinya stress dan dapat mengakibatkan keadaan yang buruk pada mental.  Faktor  tersebut meliputi:
o   Keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas dan lembab dll)
o   Stasiun kerja yang tidak ergonomis
o   Kerja shift atau  jam kerja yang panjang
o   Perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet,
o   Pekerjaan beresiko tinggi dan berbahaya
o   Pemakaian tekhnologi baru
o   Beban kerja berlebih
o   Adaptasi pada jenis pekerjaan baru dll
  1. Faktor peran individu dalam organisasi kerja.  Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stress yang tinggi dibandingkan dengan beban kerja fisik.  Dalam suatu penelitian tentang stress akibat kerja menemukan bahwa karyawan yang mempunyai beban psikologis lebih tinggi dan ditambah dengan keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan mempunyai resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah yang lebih tinggi serta mempunyai kecenderungan merokok yang lebih banyak dari karyawan yang lain.
  2. Faktor hubungan kerja.  Hubungan seperti adanya kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidak nyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja
  3. Faktor pengembangan karier.  Menurut Wantoro (1999) faktor pengembangan karier yang dapat menjadi pemicu stress adalah:   
-  Ketidak pastian pekerjaan seperti adanya reorganisasi perusahaan dan mutasi
          kerja dll.
      -  Promosi berlebihan atau kurang, promosi yang terlalu cepat atau tidak sesuai
         dengan kemampuan individu akan menyebabkan stress bagi yang bersangkutan
         atau sebaliknya bahwa seseorang merasa tidak pernah dipromosikan sesuai
         dengan kemampuannya juga menjadi penyebab stress.
  1. Faktor struktur organisasi dan suasana kerja.  Penyebab stress yang berhubungan dengan struktur organisasi dan suasana kerja biasanya berawal dari budaya organisasi dan model manajemen yang dipergunakan.  Beberapa faktor penyebabnya adalah, kurangnya pendekatan partisipatoris, konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan kantor, selain itu pemilihan dan penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress
  2. Faktor di luar pekerjaan.  Faktor kepribadian seseorang (ekstrover atau introvert) sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima.  Konflik yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu sama lain.  Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya stress yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja.

Selain faktor-faktor tersebut tentunya masih banyak faktor penyebab lainnya seperti:
  1. Ancaman pemutusan hubungan kerja
Faktor ini sering kali menghantui para karyawan di perusahaan dengan berbagai alasan dan penyebab yang tidak pasti.  Contoh kasus pengeboman hebat yg terjadi pada tgl 12 Oktober 2002 di Legian Kuta Bali, kasus ini memberi dampak negative dibidang ketenaga kerjaan, ribuan karyawan sector pariwisata terancam pemutusan hubungan kerja akibat menurunnya turis yang dating ke Bali.  Kondisi demikian sudah barang tentu menimbulkan keresahan bagi karyawan dan berakibat kepada timbulnya stress.  
  1. Perubahan politik nasional
Krisis ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak perusahaan melakukan efisiensi dalam bentuk perampingan organisasi.  Akibatnya ribuan karyawan terancam berhenti kerja atau pensiun muda dan pencari kerja kehilangan lowongan pekerjaan.  Stress dan depresi menjadi bahasa popular pada kalangan masyarakat pekerja maupun pencari kerja.
  1. Krisis ekonomi nasional  

C.  PENGARUH  STRESS    
            Telah dijelaskan bahwa reaksi tubuh terhadap stressor pada seseorang sangat bervariasi dan berbeda dari masing-masing orang yang menerimanya.  Perbedaan reaksi disebabkan oleh beberapa faktor seperti: faktor psikologis dan social-budaya seseorang.  Mathews (1989) menjelaskan secara spesifik tentang reaksi stress akibat kerja yaitu:
  1. Reaksi psikologis.  Stress biasanya merupakan perasaan subyektif seseorang sebagai bentuk kelelahan, kegelisahaan (anxiety) dan depresi.  Reaksi psikologis kepada stress dapat dievaluasi dalam bentuk beban mental,  kelelahan dan prilaku (arousal).
  2. Respon social.  Setelah beberapa lama mengalami kegelisahaan, depresi, konflik dan stress di tempat kerja, maka pengaruhnya akan dibawa ke dalam lingkungan keluarga dan lingkungan social.
  3. Respon stress kepada gangguan kesehatan atau reaksi fisiologis. Bila tubuh mengalami stress.  Maka akan terjadi perubahan fisologis sebagai jawaban atas terjadinya stress.  Adapun system didalam tubuh yang mengadakan respon adalah diperantarai oleh saraf otonom, hypothalamic-pituitari axis dan pengeluaran katekolamin yang akan mempengaruhi fungsi-fungsi organ di dalam tubuh seperti system kardiovaskuler, system gastro intestinal dan gangguan penyakit lainnya (Wantoro, 1999)
  4. Respon Individu.  Pengaruhnya sangat tergantung dari sifat dan kepribadian seseorang.  Dalam menghadapi stress, individu dengan kepribadian introvert akan bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian ekstrofert.  Seseorang dengan kepribadian fleksibel atau luwes akan mengalami ketegangan yang lebih besar dalam suatu konflik, dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian rigid.

Sedangkan pengaruh stress di tempat kerja, reaksi stress dikelompokkan menjadi dua yaitu pengaruhnya kepada individu dan organisasi kerja.
  1. Pengaruh terhadap individu seseorang
    1. Reaksi emosional.  Dalam keadaan stress tingkat emosi seseorang sangat tidak stabil di mana sering kita lihat orang tersebut mudah marah, emosi yang tidak terkontrol, curiga yang berlebihan, perasaan tidak aman dll (Mendelson, 1990)
    2. Reaksi perubahan kebiasaan.  Dalam keadaan stress atau tertekan seseorang dengan tanpa sadar mencari pelarian dari permasalahan yang diterima yang terkadang mempengaruhi kebiasaan seseorang.  Sebagai contoh perubahan kebiasaan untuk merokok, minum-minuman keras dan penggunaan obat-obat terlarang.
    3. Perubahan fisiologis. Dalam keadaan stress otot-otot kepala dan leher menjadi tegang yang menyebabkan sakit kepala, susah tidur (insomnia), gangguan fisiologis lainnya dapat berupa hipertensi, sakit ginjal, serangan jantung, maag, menurunnya daya tahan tubuh dll.
  2. Pengaruh terhadap organisasi
Akibat stress pada organisasi kerja akan memberikan pengaruh yang kurang baik.  Pengaruhnya dapat berupa tingginya angka tidak masuk kerja, turnover, hubungan kerja menjadi tegang dan rendahnya kualitas pekerjaan dll.
Apapun bentuk reaksi tubuh terhadap stressor yang diterimanya akan menimbulkan dampak negatif berupa stress yang dapat merugikan.  Dan secara pasti bahwa hampir semua orang telah mengalami stress dalam kehidupannya.  Hal terpenting adalah bagaimana kita dapat mengenali, mencegah, mengelola dan mengendalikan stress agar kita tetap dapat berpenampilan dan berprestasi dengan baik dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.


D.  PENCEGAHAN  DAN  PENGENDALIAN  STRESS  AKIBAT  KERJA
            Berbagai faktor penyebab terjadinya stress merupakan bagian terintegrasi dalam kehidupan manusia yang tidak dapat dihilangkan begitu saja.  Faktor terjadinya stress tersebut sangatlah komplek dan bervariasi serta sangat sulit untuk diidentifikasi secara pasti apa yang menjadi penyebab stress sesungguhnya.  Sehingga sering kita temui bahwa seseorang yang terkena stress biasanya tidak menyadari terhadap apa yang sedang dialaminya. 
            Sauter, et a.l (1990) dikutip dari Nasional Institute for Occupational Safety and Health  (NIOSH) memberikan rekomendasi tentang bagaimana cara untuk mengurangi atau meminimalisasi stress akibat kerja sebagai berikut:
1.       Beban kerja baik fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban yang terlalu ringan.
2.       Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan.
3.       Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan keahlian.
4.       Membantu lingkungan sosial yang sehat, hubungan antara tenaga kerja yang satu dengan yang lain, tenaga kerja-supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi akan membuat situasi yang nyaman.
5.       Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya.  Rotasi tugas dapat dilakukan untuk meningkatkan karier dan pengembangan usaha.

Dilain pihak Cartwright et al (1995) dikutip dari Elkin dan Rosch (1990) juga memberikan cara-cara untuk mengurangi stress akibat kerja secara lebih spesifik yaitu:
-          Redesain tugas-tugas pekerjaan
-          Redesain lingkungan kerja
-          Menerapkan waktu kerja yang fleksibel
-          Menerapkan manajemen partisipatoris
-          Melibatkan karyawan  dalam pengembangan karier
-          Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan (goals)
-          Mendukung aktivitas social
-          Membangun tim kerja yang kompak
-          Menetapkan kebijakan ketenaga kerjaan yang adil

Selain cara-cara tersebut di atas, tentunya masih banyak strategi lain yang dapat dikembangkan untuk meminimalisasi terjadinya stress, khususnya stress yang menyangkut pekerjaan.  Namun demikian secara ringkas langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi terjadinya stress adalah sebagai berikuta;
  1. Menghilangkan faktor penyebab stress, khususnya yang berasal dari tasks, organisasi kerja dan lingkungan kerja.
  2. memposisikan pekerja pada posisi yang seharusnya (the right man on the right place)
  3. Mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan kultur dan tradisi masyarakat pekerjanya.
  4. Menjamin perasaan aman setiap pekerja.
Selanjutnya untuk dapat lebih memahami hubungan antara tuntutan tugas sebagai penyebab terjadinya stress (stressor), kapasitas kerja dan akibat yang ditimbulkan (strain) dapat diilustrasikan seperti pada gambar berikut:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar